Perubahan ini akan memperketat persyaratan poligami dan memperluas cakupannya juga bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah seperti gubernur, bupati, walikota, TNI/POLRI dan anggota DPR.
Rencana ini dikemukakan pemerintah setelah muncul kontroversi dalam kasus pernikahan kedua seorang pemuka agama terkenal.
Pasal 3 dari Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa "pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri". Namun selama ini poligami bisa dilakukan apabila suami mendapatkan ijin dari pengadilan agama dan memenuhi syarat yang ditetapkan.
Ijin diberikan kepada suami apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan |
Menurut Pasal 4 dari UU Nomor 1 Tahun 1974, ijin hanya diberikan kepada suami apabila istri "tidak dapat menjalankan kewajibannya, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan", dan memenuhi syarat "adanya persetujuan dari isteri, kepastian bahwa suami mampu menjamin hidup istri dan anak-anaknya, dan jaminan bahwa suami akan berlaku adil", seperti diatur pada Pasal 5 undang-undang yang sama.
Direktur Jenderal Pembinaan Masyarakat Islam, Departemen Agama, Nasaruddin Umar mengatakan revisi terhadap PP itu hanya akan memperketat persyaratan beristri lebih dari satu.
Namun, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzammil Yusuf menilai poligami diijinkan dalam agama Islam, dan dia mengkhawatirkan revisi PP ini justru akan menyemarakkan perzinahan. (BBC Indonesia)
0 comments